Kamis, 27 Maret 2014

Aku dan Mereka


―Haruskah aku mengerti dunia ketika dunia tidak mengerti aku?

Aku adalah seekor lebah bersayap kecil. Aku hidup di taman yang hijau dan berbunga banyak. Setiap hari aku melihat banyak manusia yang datang mengunjungi taman ini. Aku menyukai manusia. Senyum mereka dan tawa mereka adalah kebahagiaanku. Sesekali mereka mengambil maduku. Aku tahu bahwa mereka amat menyukai madu, maka aku berusaha menghasilkan banyak madu dengan caraku sendiri. Walau lelah tapi aku bahagia ketika melihat manusia tersenyum senang menikmati madu yang aku punya.

Suatu hari ketika aku sedang sibuk menghasilkan madu, tiba-tiba ada sekelompok manusia datang dan menangkapku. Mereka membawa banyak kertas yang berisi jadwal-jadwal pekerjaan. Aku bingung dan hanya bisa pasrah mengikut mereka. Aku dibawa ke dalam suatu ruangan yang dikelilingi kaca. Aku dikurung.

Aku pikir manusia adalah mahluk yang baik. Aku pikir tawa dan senyum mereka hanya akan lahir dari perbuatanku yang tulus dalam mengasihi mereka. Ternyata tulus saja tidak cukup untuk mereka. Tawa dan senyum itu membutuhkan sesuatu yang lebih dariku. Aku dipaksa bekerja, semakin banyak waktu yang aku habiskan untuk menyediakan madu semakin lebar tawa dan senyum mereka. Ketika aku meminta untuk beristirahat sejenak, tawa dan senyum itu hilang, menuduhku malas.

Tinggal disini dengan semua rutinitas dan tuntutan yang aku harus penuhi benar-benar membuatku lelah. Tidak bisakah aku menghasilkan madu dengan caraku sendiri? Haruskah manusia-manusia ini mengatur dan memperlakukan aku seperti robot? Tidakkah mereka lihat bahwa hatiku sudah berontak lelah?