Senin, 30 Juli 2012

Musuh nyata negeri ini...?

Semakin hari semakin nyata media massa memanfaatkan haknya untuk bebas. Kebebasan pers memang penting, rakyat pantas tahu apa yang sedang terjadi di negeri ini. Tapi, patut kita garis bawahi bahwa kebebasan yang terlalu bebas bisa berdampak buruk nantinya. Jaman memang sudah semakin maju, media massa atau pers tidak boleh dikekang untuk menyiarkan berita yang mereka ‘’dapat’’ atau berita yang mereka ‘’buat’’.

Salah satu akibat buruk dari kebebasan pemberitaan yang dilakukan oleh media masa adalah pemberian pandangan negatif pada anak bangsa akan wajah Indonesia. Anak bangsa hendaknya bangga dengan negeri ini, dari sifat kebanggaan ini maka akan timbul rasa nasionalisme. Namun yang terjadi media massa kebanyakan memberikan doktrin-doktrin negatif kepada khalayaknya tentang siapa itu Indonesia.

Bagi media massa, Indonesia lebih populer dikenal sebagai negeri koruptor, negeri carut-marut, negeri yang tidak mandiri, dan lain sebagainya. Hal ini secara otomatis menjadikan kita termasuk saya memberi pandangan negatif pada negeri kita sendiri, sebuah negeri yang harusnya kita cintai dan kita terima apa adanya karena disinilah kita dibesarkan, setelah proses ini barulah kita dapat membangun negeri ini menjadi lebih baik. Hal seperti ini menjadikan sebagian penerus bangsa malas untuk menatap tubuh Indonesia. Mereka lebih memilih untuk melirik negeri lain yang dinilai lebih baik dari negeri ini. Penilaian ini pun tidak lain dan tidak bukan sebagian besar dipengaruhi oleh penglihatan dalam media massa. Sudah seharusnya media massa membantu dalam memperbaiki kondisi negeri ini bukan malah ‘’memperkeruh’’ apa yang sudah terjadi.

Bukan untuk mengatakan tidak pada media massa, tetapi akan lebih baik jika media massa lebih fokus membantu khalayaknya untuk membuka mata melihat seluk-beluk Indonesia dari yang terburuk sampai yang terbaik bukan hanya sekedar memberi kesan ‘’cemooh’’.

Sabtu, 28 Juli 2012

Tidak Salah Meninjau Kembali


Kaus kaki belang-belang, kalung permen, topi, bentakan-bentakan senior, nametag, mengelilingi kampus dengan nyanyian-nyanyian, dan lain-lain. Hal-hal ini identik dengan pelaksanaan ospek. Ospek yang seharusnya berbau positif yaitu untuk pengenalan mahasiswa baru dengan seniornya serta untuk pengenalan mahasiswa baru dengan lingkungan kampusnya sekarang berubah menadi “sarang badut’’. Banyak kalangan yang ‘’ngeles’’ dengan menyebutkan bahwa semua perkakas tersebut diadakan demi membangun kekompakan dikalangan mahasiswa baru dan hal ini harus dilaksanakan karna memang sudah tradisi.

Pihak unversitas harusnya meninjau ulang yang kita sebut tradisi ini, kita boleh meneruskan tradisi tapi hendaknya sebagai mahluk yang berpikir kita harus memilah tradisi mana yang sesuai untuk kita lanjutkan. Jika memang tradisi seperti ini lebih banyak menimbulkan masalah, apa salahnya kita menghapusnya dan membuat tradisi yang lebih membangun.

Ingat, dunia kampus adalah ajang untuk mencari ilmu dan mendewasakan diri bukan ajang untuk balas-balasan.

Apa dengan mengadakan ospek yang seperti ini misi untuk mendekatkan senior dan junior tercapai? Bukannya hal ini justru akan memberi tekanan batin tersendiri pada setiap mahasiswa baru?
Jadi, apakah ospek akan berdampak positif atau negatif?