Beberapa tahun lalu seorang perempuan mulai mengenal sebuah perasaan
yang aneh. Dia hanya seorang gadis remaja. Waktu itu tujuannya pasti dan
langkahnya pun pasti. Setiap hari dari pagi hingga malam tidak sedetik pun dia
melupakan tujuannya. Pemikirannya fokus dengan sempurna pada hal yang harus
dicapainya.
Setiap hari yang dilaluinya selalu sama dengan cara dan tujuan yang
sama. Suatu hari mungkin dia mulai bosan dengan langkah yang diayunkannya.
Fokusnya mulai sedikit buyar ketika ada seorang laki-laki disana. Seorang
laki-laki yang baginya begitu lucu, hangat, rajin, baik, dan memesona. Hati
perempuan itu sedikit demi sedikit mengalahkan pikirannya. Setiap ada
kesempatan dia meluangkan waktu untuk menatap laki-laki itu walau hanya sedetik
dua detik. Begitu bahagianya dia hanya dengan menatap saja. Seakan-akan laki-laki itu menjadi obat atas
kejenuhannya.
Perempuan itu masih menjalani hari-harinya seperti biasa, hanya saja
sekarang rutinitasnya sedikit bertambah dengan menyempat-nyempatkan untuk
sekadar memperhatikan laki-laki itu. Tibalah hari dimana hati perempuan itu
benar-benar dicuri. Seperti biasa dia selalu harus menunggu kendaraan umum
untuk pergi ke tempat dia akan mengusahakan tujuannya dua tahun belakangan.
Tapi, pagi itu berbeda. Rasanya sepi sekali, tidak satu pun kendaraan yang
lewat. Dia tidak pergi terlalu cepat dan ini bukan pagi mendung yang memaksa
semua orang berdiam diri di rumah. Ini hanya pagi yang biasa.
Perempuan itu mulai bosan menunggu. Dalam hati dia berharap ada
orang yang bisa memberi tumpangan. Ketika sedang asik berharap laki-laki itu
berhenti tepat di hadapannya lalu mengajak pergi bersama. Tempat yang mereka
tuju tidak begitu jauh, tapi sesungguhnya perempuan itu berharap tempat itu
pindah sejauh mungkin. Tidak banyak hal yang terjadi selama mereka bersama dalam
waktu singkat itu, hanya saja hati perempuan itu mulai benar-benar berdebar.
Semenjak hari itu, perempuan itu tidak lagi hanya ingin
memperhatikan, hatinya mulai rakus. Dia tidak ingin hanya menatap atau
berbicara dari kejauhan. Perempuan itu ingin memiliki. Perasaannya semakin
egois.
Beberapa waktu berlalu mereka menjadi dekat. Keegoisan perempuan itu
pun semakin tumbuh. Sampai akhirnya dia sadar perasaannya tidak terbalas.
Sedih, kecewa, marah, dan benci. Mungkin itu semua adalah buah dari keegoisannya.
Perempuan itu memutuskan untuk melupakan dan berpikir mungkin itu hanya cinta
monyet. Lagi pula perempuan itu hanya seorang gadis remaja saat ini semua
terjadi.
Suatu hari dia berkenalan dengan perasaan aneh lainnya. Sangat jauh
berbeda dari perasaan yang sebelumnya terjadi. Dia diberi perhatian, kasih
sayang dan kesabaran oleh seorang laki-laki yang selalu ada untuknya. Bodohnya,
perempuan itu justru memutuskan untuk menjalani suatu hubungan dengan laki-laki
ini pada hal di hatinya masih jelas-jelas di tempati oleh laki-laki yang dulu
selalu di tatapnya. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan dia menjalani
hubungan yang hanya dijadikannya pelampiasan. Sekarang perempuan itu tidak
hanya egois, tapi dia juga berubah menjadi jahat hanya karena perasaan aneh
itu.
Tidak heran bila pada akhirnya laki-laki baik itu hanya tersakiti
oleh tingkah perempuan itu. Mereka berpisah. Perempuan itu merasa sepi.
Laki-laki yang selalu ada itu pergi. Perempuan itu menyesal, bodoh sekali dia
menyakiti laki-laki yang selalu ada hanya karena dia terikat dengan masa lalu
bersama laki-laki yang mungkin tidak pernah menganggapnya ada. Dia menyesal dan
menangis.
Perempuan itu sadar ternyata sulit sekali melupakan seseorang yang
biasanya ada. Dia menjadi terbiasa menangis. Dia mulai berpikir, kemana
pikirannya dulu? Kenapa sekarang hatinya sangat menguasai dirinya bahkan
bertindak semena-mena terhadap hidupnya? Perempuan itu ternyata lemah sekali
dalam masalah hati.
Dan, lagi-lagi laki-laki itu kembali muncul, laki-laki yang dulu
membuyarkan pikirannya. Perempuan itu tidak marah bahkan setelah lama dia
menghilang begitu saja. Perempuan itu justru bahagia. Perempuan itu memang
bodoh. Mereka kembali dekat lalu jauh. Dekat dan lalu jauh. Selalu begitu.
Laki-laki itu hanya datang dan pergi, datang lalu pergi. Perempuan itu tidak
marah. Dia hanya merasa sakit.
Tapi, kini dia benar-benar merasa lelah dengan tingkah laki-laki itu
yang datang dan pergi seenaknya. Mungkin ini sudah lebih dari tiga tahun.
Mereka kembali dekat. Perasaan perempuan itu masih sama dengan saat pertama
kali dia mulai menatap laki-laki itu. Hanya saja, kini perempuan itu tidak lagi
egois. Baginya sekarang, ini bukan lagi cinta monyet yang harus memiliki. Dia
sadar perasaan ini tidak hanya bicara tentang dirinya dan laki-laki itu saja. Perasaan
ini menyangkut banyak hal. Ada komitmen, penerimaan apa adanya, keyakinan,
keluarga, dan Tuhan di dalamnya. Dia tahu semua hal itu harus ada sebelum dia
benar-benar menyetujui keberadaan perasaan itu dan semua hal itu harus
benar-benar dipahaminya terlebih dahulu.
Sikap laki-laki itu yang selalu datang dan kemudian pergi
menyadarkan perempuan itu bahwa mungkin saja perasaan ini hanya sebuah permainan
yang harus segera diakhiri. Sulit memang membiarkan seseorang pergi, tapi bisa.
Perempuan itu akhirnya memutuskan dan berusaha menjalani kepergiannya dengan
sebaik mungkin.