Minggu, 25
November 2012 dilaksanakan aksi oleh sekelompok pemuda-pemudi di kota Padang
dalam rangka menggalang bantuan untuk rakyat Palestina. “Save Palestina,
hancurkan Israel”, demikian yel-yel yang mereka teriakan dengan penuh semangat.
Dibawah terik matahari yang sangat menyengat, siang itu berawal dari GOR Agus
Salim sekelompok pemuda-pemudi ini berjalan hingga Mesjid Nurul Iman. Tidak
sekedar menyuarakan kebebasan Palestina, para pelaku aksi ini juga menggalang dana
ke beberapa kendaraan yang sedang berhenti karena jalannya terhalang oleh aksi
tersebut. Selain itu mereka juga mengenakan beberapa atribut dalam melancarkan
aksi seperti menjunjung bendera Palestina, membawa papan-papan tulisan berisi
suara-suara empati pada Palestina, serta atribut-atribut lainnya yang melambangkan
dukungan terhadap negeri yang sedang dilanda konflik itu.
Sungguh suatu
perbuatan baik yang menunjukan betapa pedulinya pemuda-pemudi Indonesia
terhadap penderitaan yang sedang terjadi di Palestina. Hati siapa yang tidak
tergugah melihat kejadian di negeri itu? Mulai dari orang dewasa bahkan
anak-anak tak berdosa terpaksa menjadi korban karena perang yang tak kunjung
berhenti. Ledakan bom terus terjadi, serangan balas-balasan tak henti
dilakukan. Satu pihak pun tidak ada yang mau mengalah demi mewujudkan
perdamaian. Bisa kita bayangkan apa yang harus dirasakan warga Palestina. Semua
kegiatan mereka pastilah dihantui oleh perasaan cemas. Anak-anak tak bebas
bermain, para wanita menangis melihat darah berserakan dimana-mana , para suami
terpaksa meninggalkan keluarga demi membela tanah airnya. Tragis memang.
Melakukan suatu
aksi adalah salah satu sarana yang tepat untuk menyalurkan bentuk kepedulian
kita terhadap penderitaan rakyat Palestina. Kita patut memberikan pujian pada
tindakan-tindakan seperti ini. Apa lagi jika kita melihat kondisi rakyat Indonesia
yang semakin hari semakin sarat akan rasa peduli. Kita bisa perhatikan bahwa
masyarakat Indonesia sekarang lebih bersifat individual hingga jarang kita
temukan wujud kepedulian pada sesama. Tetapi pemuda-pemudi kota Padang ini telah
berhasil membuktikan kepada kita bahwa rasa kepedulian itu masih ada.
Aksi yang dilakukan
oleh sekelompok pemuda ini sepertinya juga mendapat perhatian dari pihak
pemerintah, terbukti dari keterlibatan aparat kepolisian dalam mengamankan
jalannya aksi tersebut. Ternyata pemerintah juga menunjukan rasa pedulinya
terhadap rakyat Palestina yang jauh disana. Yang menjadi pertanyaan, kapan
waktunya kita peduli terhadap permasalahan bangsa kita sendiri yang jelas-jelas
ada di depan mata?
Tidak salah
bahkan sangat dibenarkan bila kita berempati terhadap sahabat yang sedang kesulitan.
Namun, apakah tidak lebih baik bila kita memberikan empati minimal dengan porsi
yang sama terhadap saudara kandung sendiri?
Palestina adalah
sebuah bangsa yang katanya berpotensi dijajah Israel. Kita, bangsa Indonesia
tahu betul bagaimana rasanya dibawah tekanan penjajah. Bagaimana mungkin kita
melupakan kenangan pahit selama dijajah yang konon terjadi selama berabad-abad?
Tentunya sebagai bangsa berbudi dan berluhur tinggi kita tidak ingin bangsa
lain merasakan penderitaan yang sama. Untuk itu kita harus memiliki tindakan,
contohnya seperti yang dilakukan pemuda-pemudi kota Padang ini. Sebuah tindakan
nyata yang pasti berbuah, walaupun tidak cukup banyak namun diyakini mampu
meringankan sebagian penderitaan rakyat Palestina.
Berbicara soal
penjajahan, mungkin karena terlalu sibuk melihat ke arah luar sehingga kita
lupa kalau bangsa kita sendiri juga sedang berada di bawah kekuasaan penjajah
dan perlu diselamatkan segera. Perang juga sedang terjadi di dalam negeri kita.
Perang melawan kemiskinan, kebodohan, dan yang paling booming adalah perang
melawan korupsi. Kapan saatnya kita berteriak dengan gagah berani, “save
Indonesia, hancurkan koruptor” seperti yang dilakukan pemuda-pemudi ini? Kapan
saatnya kita menggalang recehan sepanjang jalan untuk diberikan pada keluarga
sendiri yang sedang bersusah menahan lapar? Kapan saatnya kita mengangkat
kepala untuk membebaskan saudara-saudara kita yang harus menyiksa diri di
negeri orang sebagai pembantu rumah tangga? Kapan saatnya kita menjunjung
tinggi bendera merah putih sambil berarak-arakan untuk mendamaikan sekumpulan
orang yang sedang dalam masa konflik di negeri kita sendiri?
Seandainya
seperti ini semangat kita misalnya saja untuk berusaha membuka akhlak para
koruptor, untuk membebaskan keluarga-keluarga di Indonesia dari kemiskinan,
untuk menolong para TKI yang sampai menantang nyawa hijrah ke negeri orang,
atau mungkin untuk keluarga kita di Papua sana yang sedang dalam masa sulit
bahkan hampir melepaskan diri dari ibu pertiwi. Pastilah bangsa kita bisa
menjadi lebih baik dan tentunya akan berpotensi lebih besar lagi dalam membantu
bangsa lain yang sedang kesulitan.
Sekali lagi,
tidak salah bila kita berempati pada teman sebelah yang sedang dalam masa
sulit. Tapi bisakah kita juga menaruh empati itu pada keluarga sendiri? Mengapa
menutup mata untuk suatu hal yang jelas-jelas ada di depan mata kita dan
membuka mata lebar-lebar untuk suatu hal yang jauh dari jangkauan? Satu hal
yang salah, ialah kita tidak menyadari sesungguhnya kita pun perlu diselamatkan
dari yang bernama penjajah.
Inilah kita,
bangsa teramat baik yang sangat peka terhadap penderitaan orang lain. Namun
sangat disayangkan kepekaan itu lenyap bila dihadapkan pada kondisi bangsa
sendiri. Inilah kita, bangsa teramat mulia yang sangat menjunjung tinggi
kemerdekaan bangsa lain. Namun sangat disayangkan junjungan itu tidak berarti
untuk kemerdekaan bangsa sendiri. Sungguh ironis, bahkan rakyat Palestina pun
lebih patut memberi dukungan pada bangsa kita.