Rabu, 28 November 2012

Semangat Membangun Bangsa di Bukit Lampu

Anak muda zaman sekarang sepertinya lebih suka tempat yang tinggi-tinggi setelah takut di gulung air di tempat yang rendah. Peralihan tempat pendewasaan diri kini berpindah dari “tenda ceper” ke Bukit Lampu, Pungus, Padang. Demi mencapai tingkat kedewasaan sepertinya anak-anak muda ini membutuhkan tempat yang indah dan jauh dari jangkauan. Mungkin disanalah mereka bisa berkonsentrasi memikirkan masa depan yang lebih cerah. Andai kata tempat seperti ini dari dahulu kala disediakan pemerintah, mungkin Indonesia hari ini bisa menempati bangsa dengan jumlah penduduk terbanyak. Mungkin kinerja pemerintah yang kurang baik dalam hal fasilitas.
Bukit lampu bukan sekedar bermanfaat bagi pemuda-pemudi yang diharapkan membangun bangsa, tempat ini juga sangat berarti penting bagi penduduk sekitar. Banyak dari penduduk yang menggantungkan hidup dari suasana surganya adam dan hawa tersebut. Proses simbiosis mutualisme antar penduduk dan pemuda ini berjalan dengan baik, bahkan sangat baik. Penduduk mendapat rezeki dan pemuda mendapat seks edukasi alami.
Muda-mudi kota Padang sepertinya lebih tertarik memadu kasih di tempat terbuka dibandingkan dengan tempat yang memiliki privasi. Mungkin karena faktor materi, maklumlah muda-mudi sekarang cerdas memahami kondisi negara yang sedang krisis keuangan. Pastilah pemerintah bangga pada muda-mudi seperti ini yang mampu berpikir kreatif untuk melakukan kegiatan prostitusi. Buktinya, pemerintah hanya diam-diam saja melihat kegiatan ini berlangsung, bahkan mungkin di kursi empuk sana pemerintah tersenyum manis melihat kehebatan anak bangsanya.
Ada dua keuntungan sekaligus dari tempat ini bagi para pemuda. Pertama seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa para pemuda bisa menghemat uang saku, dan yang kedua adalah para pemuda bisa menikmati indahnya pemandangan yang patut dan yang tidak patut. Mungkin standar kepatutan itu yang sudah luntur sehingga para pemuda agak kesulitan membedakannya. Sepertinya Indonesia, bangsa yang menjunjung tinggi nilai serta norma pancasila ini lupa menegaskan pada anak bangsanya mengenai akhlak yang baik.
Begitu semangatnya muda-mudi ini menumbuh-kembangkan jumlah penerus bangsa. Mereka mungkin berpikir semakin banyak jumlah penduduk maka akan semakin besar peluang tumbuhnya pahlawan bangsa masa depan. Bisa jadi pemerintah berpikiran sama sehingga tempat-tempat seperti Bukit Lampu ini dibiarkan merajarela.

Senin, 26 November 2012

Bebaskan Palestina, Apa Kabar Indonesia?

Minggu, 25 November 2012 dilaksanakan aksi oleh sekelompok pemuda-pemudi di kota Padang dalam rangka menggalang bantuan untuk rakyat Palestina. “Save Palestina, hancurkan Israel”, demikian yel-yel yang mereka teriakan dengan penuh semangat. Dibawah terik matahari yang sangat menyengat, siang itu berawal dari GOR Agus Salim sekelompok pemuda-pemudi ini berjalan hingga Mesjid Nurul Iman. Tidak sekedar menyuarakan kebebasan Palestina, para pelaku aksi ini juga menggalang dana ke beberapa kendaraan yang sedang berhenti karena jalannya terhalang oleh aksi tersebut. Selain itu mereka juga mengenakan beberapa atribut dalam melancarkan aksi seperti menjunjung bendera Palestina, membawa papan-papan tulisan berisi suara-suara empati pada Palestina, serta atribut-atribut lainnya yang melambangkan dukungan terhadap negeri yang sedang dilanda konflik itu.
Sungguh suatu perbuatan baik yang menunjukan betapa pedulinya pemuda-pemudi Indonesia terhadap penderitaan yang sedang terjadi di Palestina. Hati siapa yang tidak tergugah melihat kejadian di negeri itu? Mulai dari orang dewasa bahkan anak-anak tak berdosa terpaksa menjadi korban karena perang yang tak kunjung berhenti. Ledakan bom terus terjadi, serangan balas-balasan tak henti dilakukan. Satu pihak pun tidak ada yang mau mengalah demi mewujudkan perdamaian. Bisa kita bayangkan apa yang harus dirasakan warga Palestina. Semua kegiatan mereka pastilah dihantui oleh perasaan cemas. Anak-anak tak bebas bermain, para wanita menangis melihat darah berserakan dimana-mana , para suami terpaksa meninggalkan keluarga demi membela tanah airnya. Tragis memang.
Melakukan suatu aksi adalah salah satu sarana yang tepat untuk menyalurkan bentuk kepedulian kita terhadap penderitaan rakyat Palestina. Kita patut memberikan pujian pada tindakan-tindakan seperti ini. Apa lagi jika kita melihat kondisi rakyat Indonesia yang semakin hari semakin sarat akan rasa peduli. Kita bisa perhatikan bahwa masyarakat Indonesia sekarang lebih bersifat individual hingga jarang kita temukan wujud kepedulian pada sesama. Tetapi pemuda-pemudi kota Padang ini telah berhasil membuktikan kepada kita bahwa rasa kepedulian itu masih ada.
Aksi yang dilakukan oleh sekelompok pemuda ini sepertinya juga mendapat perhatian dari pihak pemerintah, terbukti dari keterlibatan aparat kepolisian dalam mengamankan jalannya aksi tersebut. Ternyata pemerintah juga menunjukan rasa pedulinya terhadap rakyat Palestina yang jauh disana. Yang menjadi pertanyaan, kapan waktunya kita peduli terhadap permasalahan bangsa kita sendiri yang jelas-jelas ada di depan mata?
Tidak salah bahkan sangat dibenarkan bila kita berempati terhadap sahabat yang sedang kesulitan. Namun, apakah tidak lebih baik bila kita memberikan empati minimal dengan porsi yang sama terhadap saudara kandung sendiri?
Palestina adalah sebuah bangsa yang katanya berpotensi dijajah Israel. Kita, bangsa Indonesia tahu betul bagaimana rasanya dibawah tekanan penjajah. Bagaimana mungkin kita melupakan kenangan pahit selama dijajah yang konon terjadi selama berabad-abad? Tentunya sebagai bangsa berbudi dan berluhur tinggi kita tidak ingin bangsa lain merasakan penderitaan yang sama. Untuk itu kita harus memiliki tindakan, contohnya seperti yang dilakukan pemuda-pemudi kota Padang ini. Sebuah tindakan nyata yang pasti berbuah, walaupun tidak cukup banyak namun diyakini mampu meringankan sebagian penderitaan rakyat Palestina.
Berbicara soal penjajahan, mungkin karena terlalu sibuk melihat ke arah luar sehingga kita lupa kalau bangsa kita sendiri juga sedang berada di bawah kekuasaan penjajah dan perlu diselamatkan segera. Perang juga sedang terjadi di dalam negeri kita. Perang melawan kemiskinan, kebodohan, dan yang paling booming  adalah perang melawan korupsi. Kapan saatnya kita berteriak dengan gagah berani, “save Indonesia, hancurkan koruptor” seperti yang dilakukan pemuda-pemudi ini? Kapan saatnya kita menggalang recehan sepanjang jalan untuk diberikan pada keluarga sendiri yang sedang bersusah menahan lapar? Kapan saatnya kita mengangkat kepala untuk membebaskan saudara-saudara kita yang harus menyiksa diri di negeri orang sebagai pembantu rumah tangga? Kapan saatnya kita menjunjung tinggi bendera merah putih sambil berarak-arakan untuk mendamaikan sekumpulan orang yang sedang dalam masa konflik di negeri kita sendiri?
Seandainya seperti ini semangat kita misalnya saja untuk berusaha membuka akhlak para koruptor, untuk membebaskan keluarga-keluarga di Indonesia dari kemiskinan, untuk menolong para TKI yang sampai menantang nyawa hijrah ke negeri orang, atau mungkin untuk keluarga kita di Papua sana yang sedang dalam masa sulit bahkan hampir melepaskan diri dari ibu pertiwi. Pastilah bangsa kita bisa menjadi lebih baik dan tentunya akan berpotensi lebih besar lagi dalam membantu bangsa lain yang sedang kesulitan.
Sekali lagi, tidak salah bila kita berempati pada teman sebelah yang sedang dalam masa sulit. Tapi bisakah kita juga menaruh empati itu pada keluarga sendiri? Mengapa menutup mata untuk suatu hal yang jelas-jelas ada di depan mata kita dan membuka mata lebar-lebar untuk suatu hal yang jauh dari jangkauan? Satu hal yang salah, ialah kita tidak menyadari sesungguhnya kita pun perlu diselamatkan dari yang bernama penjajah.
Inilah kita, bangsa teramat baik yang sangat peka terhadap penderitaan orang lain. Namun sangat disayangkan kepekaan itu lenyap bila dihadapkan pada kondisi bangsa sendiri. Inilah kita, bangsa teramat mulia yang sangat menjunjung tinggi kemerdekaan bangsa lain. Namun sangat disayangkan junjungan itu tidak berarti untuk kemerdekaan bangsa sendiri. Sungguh ironis, bahkan rakyat Palestina pun lebih patut memberi dukungan pada bangsa kita.

Kamis, 22 November 2012

Aku pun Tersenyum :)


Sepenggal lirik dari sebuah lagu sedang berdendang di telingaku. Katanya, “menjauh darimu, darimu yang mulai berhenti, berhenti mencoba, mencoba bertahan, bertahan untuk terus bersamaku.” Tanpa sadar ku teteskan air mata saat mendegar alunan lagu ini. Mengapa? Entahlah! Aku pun tak ingin menyia-nyiakan air mataku, namun tak mampu rasanya aku membendung. Sekian lama kita tak bertegur sapa, aku hanya bisa tersenyum saat melihat sosokmu dari kejauhan. Kau seperti sedang bahagia. Sukurlah. Aku senang bila memang kau bahagia. Apa lah gunanya aku bersusah menahan perasaanku bila kau pun tak bahagia? Lagu itu berakhir dengan kalimat, “Memang kita takan menyatu.” :)

Teruntuk Bangsaku Indonesia

Sebuah syair yang terserak di makam Westminster Abbey, Inggris 1100M:
HASRAT UNTUK BERUBAH!
Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal, aku bermimpi ingin mengubah dunia.
Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, kudapati bahwa dunia tidak kunjung berubah.
Maka cita-cita itu pun agak kupersempit, lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku.
Namun nampaknya, hasrat itupun tiada hasilnya.
Ketika usiaku semakin senja, dengan semangatku yang masih tersisa, kuputuskan untuk mengubah keluargaku, orang-orang yang paling dekat denganku.
Tetapi celakanya, mereka pun tidak mau diubah!
Dan kini, sementara aku berbaring saat ajal menjelang, tiba-tiba kusadari:
"Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku.  Maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan,  mungkin aku bisa mengubah keluargaku. Lalu, berkat inspirasi dan dorongan mereka, bisa jadi akupun mampu memperbaiki negeriku. Kemudian siapa tahu, aku bahkan bisa mengubah dunia!"
Tiap-tiap kita adalah seorang pejuang bahkan dari sebelum kaki, tangan, dan kepala terbentuk. Ingatkah saat kau mengalahkan jutaan sel sperma yang sangat bernafsu ingin menghirup udara bumi? Dengan gagah berani kau menyingkirkan berbagai halang rintangan demi mengendap selama 9 bulan di rahim ibumu. Tidakkah kau bangga setelah melewati bermacam kesulitan hingga kini kau berhasil menginjakkan kaki di atas permukaan bumi? Lantas mengapa sekarang kau hanya duduk diam dan tak bergerak mengembalikan masa-masa kemenanganmu? Bukankah seharusnya kau sisingkan lengan bajumu dan bersihkan debu yang menyangkut di sikumu?
Pernahkah kau berpikir mengapa tanganmu mengepal ketika kau dilahirkan? Karena kau ada di dunia bukan untuk menjadi seorang peminta tetapi menjadi pejuang penuh semangat walau harus kau cucurkan air mata. Lantas kemana kepalan itu sekarang? Mengapa tanganmu hanya menengadah dan kau palingkan wajahmu dari matahari panas yang akan segera membakar teman-teman seperjuanganmu? Bukankah seharusnya kau bangun dan mengubah dunia ini menjadi firdaus bagi dirimu dan orang-orang disekitarmu?
Ingatkah kau bagaimana pendahulumu sibuk menyeka keringat yang mengucur deras  dari dahinya demi tanah yang kini kau pijak? Atau sudah lupakah kau dengan sejarah itu? Tak perlu kau angkat bambu runcing dan bergerak di bawah tanah seperti yang mereka lakukan dahulu untuk menjadi seorang pahlawan sejati. Cukup kau tegakkan saja kepalamu dan ikat erat dengan tali lambang semangat lalu ayunkan kakimu menuju garis terdepan. Ijinkan bahadur-bahadur di langit sana merasa bangga atas dirmu.
Kita bukanlah sebatang kayu kecil lapuk yang pasrah bila dihinggapi rayap. Kita ada bukan untuk diam digerogoti waktu. Kita adalah benih-benih kecil yang akan tetap tumbuh dibawah terik matahari dan limpahan hujan. Ada bukan untuk mati tapi ada untuk menarik nafas kehidupan. Jangan biarkan dunia menelan hatimu, maka bergeraklah dan hantam serdadu-serdadu munafik demi keindahan bangsamu dan duniamu.