Senin, 19 Agustus 2013

Cara Dihidupku Belum Tentu Berhasil Dihidupmu


Selama liburan ini banyak pengalaman yang aku terima. Mulai dari yang pahit sampai pengalaman yang menyenangkan. Mulai dari kecelakaan yang menyebabkan kakiku harus di beri gips sampai pada perkenalan menyenangkan dengan orang-orang baru dihidupku. Satu hal yang cukup menarik, aku bertemu seseorang yang berbicara cukup panjang (O..O)

Seorang alumni USU jurusan Antropologi. Sejujurnya jurusan ini adalah salah satu jurusan yang sempat aku remehkan kala di bangku sekolah dulu. “Mahasiswanya pasti orang-orang yang asal-asalan kuliah.” Setidaknya inilah pemikiranku dulu—tanpa bermaksud menyinggung kawan-kawan dari jurusan serupa, semata-mata hanya ingin berlaku jujur. Setelah resmi menjadi seorang mahasiswa aku memperhatikan kawan-kawan dari jurusan ini. Sedikit demi sedikit pemikiran tadi berubah setelah melihat eksistensi mereka di lingkungan kampus. Pemikiran tadi semakin berubah setelah bertemu orang ini.

Beberapa minggu yang lalu saat aku mencelupkan diri dalam satu perkumpulan bernama Naposo HKBP Bukittinggi. Disini aku bertemu orang-orang gila dengan suara besar dari segala penjuru. Benar-benar menyenangkan melihat mereka apa lagi saat ikut bergabung bersama mereka. Rasanya enggan bila harus berpisah cukup lama dengan mereka saat masa kuliah nanti dimulai.

Perkumpulan ini membawaku berbincang-bincang dengan seseorang yang ku sebut “anak medan”. Beberapa kali bediskusi aku semakin yakin bahwa ternyata mahasiswa jurusan Antropologi sama sekali berbeda dari apa yang aku bayangkan dulu. Awalnya mulai dari diskusi—sebenarnya lebih tepat disebut debat—mengenai adaptasi orang-orang Medan di wilayah Sumatera Barat. Dalam diskusi (debat) itu aku merasa kalah. “Sepertinya orang ini cukup menguasai bidangnya”, pikirku.

Dalam kesempatan yang berbeda kami masih melakukan diskusi kecil-kecilan. Hingga entah dari mana awalnya orang ini bercerita mengenai keluarganya. Bagian-bagian tertentu dari ceritanya mirip dengan apa yang aku alami. Semakin lama mendengar ia berbicara semakin membuatku berhasrat untuk bertanya. “Berarti aku harus merantau jauh-jauh dulu biar bisa ngadapin orang keras, gitu ya bang?” Satu kalimat yang aku ingat dari jawabanya atas pertanyaanku, “Cara dihidupku belum tentu berhasil dihidupmu.” Kalimat yang aku ingat hingga kini. Aku berpikir ada benarnya juga perkataan orang ini.

Hidupku adalah hidupku, hidupmu adalah hidupmu. Bagaimana mungkin aku selesaikan permasalahanku dengan caramu, kita pasti punya cara masing-masing. Namun, terkadang aku merasa berat dalam beberapa bagian di hidupku hingga aku sulit menemukan sebuah cara, di saat seperti ini aku membutuhkan pertolongan dari orang lain untuk meminjamkan “caranya”. Ketika suatu masalah yang menyerang bagian terdalam di hidupku, yang berlaku hanyalah sebuah emosi, tidak ada logika. Disaat seperti ini aku pikir setiap manusia boleh meminjam atau lebih tepat meniru cara orang lain.

Selain merubah pikiranku terhadap orang-orang antropologi, beliau juga sedikit merubah pikiranku tentang anak medan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar